SERING begadang atau stres karena pekerjaan membuat sebagian orang rela
kehilangan kualitas tidurnya. Kualitas tidur menurun, otomatis juga
mengurangi kualitas intelek/ intelegensaia, perilaku, dan kepribadian.
Tanpa bermaksud menakut-nakuti Anda, hal ini bisa terjadi tak hanya pada
orang tua, tapi bisa terjadi pada segala usia, dan tak mengenal gender.
Insomnia, yang merupakan salah satu jenis gangguan tidur, dituding bisa menyebabkan demensia. Namun, sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai hubungan kedua penyakit ini, kita akan membahas dulu mengenai insomnia, kemudian demensia, lalu kita akan mengetahui kaitan antara keduanya. Insomnia merupakan salah satu dari sekian banyak jenis gangguan tidur (trouble sleeping). Insomnia adalah gejala kelainan tidur, bukan penyakit. Penyebabnya, dari suatu penyakit tertentu, baik fisik maupun psikis. Gejalanya penderitanya memang mengalami kesulitan untuk tidur, sering terjaga di malam hari, dan tubuhnya seringkali mengalami capek/ lelah. Namun, masyarakat sering salah kaprah, dengan beranggapan bahwa orang yang begadang atau tidur larut malam disebut insomnia. Penyebab, antara lain karena jetlag, jam kerja pada malam-pagi hari, mengkonsumsi minuman beralkohol, efek samping obat tertentu, stres, penyakit kerusakan otak (misalnya stroke), gangguan neurologis dan gangguan psikis seperti bipolar atau obsesif kompulsif.
Insomnia sendiri, dibedakan menjadi primer dan sekunder. Primer merupakan kurang tidur. Kurang tidur yang dimaksud adalah kurang secara kualitas, bukan kuantitas. Normalnya, dalam sehari manusia tidur sebanyak delapan jam, dan semakin tua usianya, jam tidur semakin pendek. Meskipun dalam sehari seseorang hanya tidur lima atau empat jam, namun tidurnya berkualitas, maka ia tidak bisa dikatakan insomnia. Juga tidak ada kaitannya dengan pola tidur. Jadi, ketika pola tidur seseorang berubah, misalnya baru tidur setelah subuh, dan bangun pada pagi/ siang hari, belum tentu insomnia, selama ia tidak mengalami gangguan dalam tidurnya. “Kalau ada orang yang setiap harinya ’disiplin’tidur pada jam 4 pagi, bukan insomnia namanya, kalau tidurnya selalu nyenyak,” ungkap dr. Jimmy EB Hartono, Sp.S, neurolog RSUP Kariadi Semarang. Tidur yang normal atau berkualitas, yakni yang Rapid Eye Movement-nya (REM) normal.
REM ini adalah pergerakan mata dari mulai tidur hingga tertidur pulas. Mulai dari berbaring memejamkan mata (masih dalam keadaan sadar/ belum tidur), yang lamanya sekitar 60 - 90 menit, lalu REM antara 10 - 15 menit, dan tidur pulas. Lalu, sekunder, yang muncul akibat penyakit-penyakit lain. Antara lain Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau sering terhentinya napas ketika tidur, sleep paralysis atau tindihan, narkolepsi (mengantuk berlebihan) atau katapleksi (kelemahan mendadak pada otot-otot motorik). Insomnia Nah, insomnia sekunder itulah yang bisa menyebabkan seseorang terserang demensia, berapapun usianya. Demensia atau pikun, adalah degeneratif progresif intelek/ intelegensia, perilaku dan kepribadian seseorang, yang disebabkan kelainan pada otak. Berbeda dengan alzeimer yang prosesnya lama (menahun), demensia relatif cepat. Kecepatan memburuknya kondisi penderita, tergantung pada penyebab yang mendasari.
Seperti stroke, alzeimer, parkinson, huntington, AIDS, dan lainnya. “Tidur yang tidak berkualitas, bila kronis bisa menimbulkan tanda penuaan dini, karena tidur adalah proses faali untuk perbaikan sel. Seperti HP yang perlu di-charge,” jelas dr. Jimmy. Tidur yang tak berkualitas mempengaruhi pembentukan plak amyloid dalam otak. Plak amyloid merupakan deposit yang dianggap sebagai tanda penuaan dini. Bila hal tersebut terjadi, bisa menyebabkan kepikunan atau demensia. Singkatnya, insomnia menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Karena kondisi tubuh memburuk, menyebabkan seseorang mengalami penuaan dini, yang salah satunya adalah penuaan daya ingat atau memori. Meskipun demensia diidentikkan dengan orang tua, belum tentu orang yang usianya sudah lanjut, mengalami pikun.
Bisa saja dia lupa akan hal-hal kecil seperti lupa menaruh barang, tetapi masih ingat semua sejarah teori filsafat, misalnya. Hal tersebut karena memori manusia terbagi menjadi tiga, jangka pendek, menengah dan panjang. Nah, orang yang mengalami demensia, kehilangan memori jangka pendeknya, namun masih bisa mengingat memori jangka panjang, seperti teori-teori filsafat tersebut. Seperti cerita dalam novel Umberto Eco, “The Mysterious Flame of Queen Loana”, sang tokoh utama mengalami demensia akut. Dia bahkan tak ingat namanya sendiri. Tapi, ia bisa mengingat setiap detail plot, serta setiap baris puisi dari buku-buku yang pernah dibacanya. Di dunia nyata, ada pada yang dialami Amir (45).
Diusianya yang bahkan belum mencapai separuh baya, ia sudah mengalami demensia. Ia masih bisa menggerakkan anggota tubuhnya, tapi kehilangan memori jangka pendeknya. Ia bahkan lupa nama istrinya. Dr. Jimmy mengungkapkan, bahwa orang yang sudah terlanjur demensia, tak bisa disembuhkan. Yang bisa diobati, jika masih predemensia. Jadi, sebelum Anda terlanjur mengalami demensia, ada baiknya mulai memperbaiki kualitas tidur dari sekarang. Jika tidur Anda bermasalah.(11) (/)
Oleh Irma Mutiara Manggia
Insomnia, yang merupakan salah satu jenis gangguan tidur, dituding bisa menyebabkan demensia. Namun, sebelum kita berbicara lebih jauh mengenai hubungan kedua penyakit ini, kita akan membahas dulu mengenai insomnia, kemudian demensia, lalu kita akan mengetahui kaitan antara keduanya. Insomnia merupakan salah satu dari sekian banyak jenis gangguan tidur (trouble sleeping). Insomnia adalah gejala kelainan tidur, bukan penyakit. Penyebabnya, dari suatu penyakit tertentu, baik fisik maupun psikis. Gejalanya penderitanya memang mengalami kesulitan untuk tidur, sering terjaga di malam hari, dan tubuhnya seringkali mengalami capek/ lelah. Namun, masyarakat sering salah kaprah, dengan beranggapan bahwa orang yang begadang atau tidur larut malam disebut insomnia. Penyebab, antara lain karena jetlag, jam kerja pada malam-pagi hari, mengkonsumsi minuman beralkohol, efek samping obat tertentu, stres, penyakit kerusakan otak (misalnya stroke), gangguan neurologis dan gangguan psikis seperti bipolar atau obsesif kompulsif.
Insomnia sendiri, dibedakan menjadi primer dan sekunder. Primer merupakan kurang tidur. Kurang tidur yang dimaksud adalah kurang secara kualitas, bukan kuantitas. Normalnya, dalam sehari manusia tidur sebanyak delapan jam, dan semakin tua usianya, jam tidur semakin pendek. Meskipun dalam sehari seseorang hanya tidur lima atau empat jam, namun tidurnya berkualitas, maka ia tidak bisa dikatakan insomnia. Juga tidak ada kaitannya dengan pola tidur. Jadi, ketika pola tidur seseorang berubah, misalnya baru tidur setelah subuh, dan bangun pada pagi/ siang hari, belum tentu insomnia, selama ia tidak mengalami gangguan dalam tidurnya. “Kalau ada orang yang setiap harinya ’disiplin’tidur pada jam 4 pagi, bukan insomnia namanya, kalau tidurnya selalu nyenyak,” ungkap dr. Jimmy EB Hartono, Sp.S, neurolog RSUP Kariadi Semarang. Tidur yang normal atau berkualitas, yakni yang Rapid Eye Movement-nya (REM) normal.
REM ini adalah pergerakan mata dari mulai tidur hingga tertidur pulas. Mulai dari berbaring memejamkan mata (masih dalam keadaan sadar/ belum tidur), yang lamanya sekitar 60 - 90 menit, lalu REM antara 10 - 15 menit, dan tidur pulas. Lalu, sekunder, yang muncul akibat penyakit-penyakit lain. Antara lain Obstructive Sleep Apnea (OSA) atau sering terhentinya napas ketika tidur, sleep paralysis atau tindihan, narkolepsi (mengantuk berlebihan) atau katapleksi (kelemahan mendadak pada otot-otot motorik). Insomnia Nah, insomnia sekunder itulah yang bisa menyebabkan seseorang terserang demensia, berapapun usianya. Demensia atau pikun, adalah degeneratif progresif intelek/ intelegensia, perilaku dan kepribadian seseorang, yang disebabkan kelainan pada otak. Berbeda dengan alzeimer yang prosesnya lama (menahun), demensia relatif cepat. Kecepatan memburuknya kondisi penderita, tergantung pada penyebab yang mendasari.
Seperti stroke, alzeimer, parkinson, huntington, AIDS, dan lainnya. “Tidur yang tidak berkualitas, bila kronis bisa menimbulkan tanda penuaan dini, karena tidur adalah proses faali untuk perbaikan sel. Seperti HP yang perlu di-charge,” jelas dr. Jimmy. Tidur yang tak berkualitas mempengaruhi pembentukan plak amyloid dalam otak. Plak amyloid merupakan deposit yang dianggap sebagai tanda penuaan dini. Bila hal tersebut terjadi, bisa menyebabkan kepikunan atau demensia. Singkatnya, insomnia menyebabkan daya tahan tubuh menurun. Karena kondisi tubuh memburuk, menyebabkan seseorang mengalami penuaan dini, yang salah satunya adalah penuaan daya ingat atau memori. Meskipun demensia diidentikkan dengan orang tua, belum tentu orang yang usianya sudah lanjut, mengalami pikun.
Bisa saja dia lupa akan hal-hal kecil seperti lupa menaruh barang, tetapi masih ingat semua sejarah teori filsafat, misalnya. Hal tersebut karena memori manusia terbagi menjadi tiga, jangka pendek, menengah dan panjang. Nah, orang yang mengalami demensia, kehilangan memori jangka pendeknya, namun masih bisa mengingat memori jangka panjang, seperti teori-teori filsafat tersebut. Seperti cerita dalam novel Umberto Eco, “The Mysterious Flame of Queen Loana”, sang tokoh utama mengalami demensia akut. Dia bahkan tak ingat namanya sendiri. Tapi, ia bisa mengingat setiap detail plot, serta setiap baris puisi dari buku-buku yang pernah dibacanya. Di dunia nyata, ada pada yang dialami Amir (45).
Diusianya yang bahkan belum mencapai separuh baya, ia sudah mengalami demensia. Ia masih bisa menggerakkan anggota tubuhnya, tapi kehilangan memori jangka pendeknya. Ia bahkan lupa nama istrinya. Dr. Jimmy mengungkapkan, bahwa orang yang sudah terlanjur demensia, tak bisa disembuhkan. Yang bisa diobati, jika masih predemensia. Jadi, sebelum Anda terlanjur mengalami demensia, ada baiknya mulai memperbaiki kualitas tidur dari sekarang. Jika tidur Anda bermasalah.(11) (/)
Oleh Irma Mutiara Manggia
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !