PADA Sabtu malam, 10 Desember 2011 mendatang, akan terjadi kembali kesejajaran mengagumkan antara bumi, bulan dan matahari. Ketiga benda langit tersebut akan tepat berada dalam satu garis lurus dengan bumi di tengah-tengah. Akibatnya, bulan akan berada di bawah bayang-bayang inti (umbra) dan tambahan (penumbra) bumi selama beberapa jam.
Ini menempatkan kita dalam situasi gerhana bulan total. Inilah gerhana terakhir di tahun 2011. Seluruh wilayah Indonesia menjadi kawasan yang mampu menyaksikan gerhana bulan ini sejak awal hingga akhir.
Gerhana mulai terjadi pada pukul 18.35 WIB seiring mulai bersentuhannya cakram bulan dengan penumbra saat bulan telah menempati langit timur untuk beberapa lama usai terbit. Namun kita baru akan bisa menyaksikan gerhana secara kasat mata sejak pukul 19.46 WIB saat cakram bulan tepat mulai bersentuhan dengan umbra. Totalitas, yakni tertutupinya cakram bulan sepenuhnya oleh umbra terjadi antara pukul 21.07 WIB hingga 21.57 WIB atau selama 50 menit, dengan puncak gerhana pukul 21.32 WIB. Saat itu bulan telah beranjak ke kedudukan cukup tinggi di langit timur laut.
Namun kita takkan menyaksikan totalitas ini sebagi bulan lenyap sepenuhnya. Kualitas atmosfer bumi saat ini cukup bagus, di mana tidak terjadi pengotoran akibat letusan gunung berapi sedahsyat Krakatau 1883, sehingga pada saat totalitas terjadi, bulan akan terlihat memerah-darah dengan kecemerlangan setara Jupiter.
Ini membuat langit malam menggelap, memungkinkan benda-benda langit yang semula tak tampak akibat terkalahkan benderangnya cahaya bulan purnama menjadi terlihat.
Selepas pukul 21.57 WIB berangsur-angsur umbra mulai meninggalkan cakram bulan sehingga bulan kembali mulai terlihat dan langit mulai benderang lagi. Umbra tepat meninggalkan cakram bulan pada pukul 23.16 WIB.
Inilah akhir gerhana secara kasat mata. Namun secara teknis, gerhana baru benar-benar berakhir selepas tengah malam, tepatnya pukul 00.28 WIB, saat cakram bulan tepat sepenuhnya meninggalkan umbra, sehingga bulan kembali lagi ke statusnya sebagai bulan lepas purnama.
Hujan Meteor
Meredupnya bulan akibat gerhana hingga 9.000 kali lipat lebih rendah menyebabkan panorama langit menakjubkan. Saat puncak gerhana, bulan sedang berada di rasi Taurus sehingga berada di latar depan selempang Bima Sakti. Inilah galaksi tempat matahari dan seluruh tata surya berada. Ukurannya sungguh luar biasa. Seberkas cahaya butuh 120.000 tahun melintas dari satu tepi galaksi ke tepi berseberangan. Ini menjadikan galaksi yang berisi 200 miliar bintang-gemintang sebagai salah satu galaksi terbesar. Bima Sakti juga salah satu galaksi tertua, terbentuk hanya dalam 500 juta tahun pascajagat raya itu sendiri. Kita menempati posisi unik, yakni tidak berdekatan dengan pusat galaksi namun juga tidak jauh melata di tepinya. Matahari berjarak sekitar 27.000 tahun cahaya dari pusat galaksi, jarak yang memungkinkan kehidupan untuk tumbuh dan berkembang. Jarak yang sama pun memungkinkan kita menyaksikan panorama sebagian besar galaksi ini sebagai selempang tipis mirip kabut.
Berbagai bintang terang mendampingi bulan saat puncak gerhana. Dari langit tenggara hingga ke posisi bulan secara berturut-turut terdapat bintang Sirius, Betelgeuse dan Aldebaran. Sirius adalah bintang paling terang selain matahari dan dulu menjadi sesembahan kaum Sabiían di Arab.
Sementara Betelgeuse dan Aldebaran adalah bintang-bintang raksasa, yang jika dijejerkan dengan matahari akan membuat matahari tampak kerdil.
Betelgeuse adalah bintang dengan ukuran yang selalu membesar dan mengecil secara periodik, namun dramatis, menandakan sifatnya tak stabil.
Dalam beberapa juta tahun mendatang bintang ini akan meledak sebagai supernova yang cahayanya menerangi langit malam layaknya malam dengan bulan purnama.
Bulan saat puncak gerhana pun berdampingan dengan sumber hujan meteor Geminids. Disebut hujan meteor karena dalam satu waktu akan terlihat meteor-meteor saling bersusulan dalam jumlah cukup banyak.
Sumber : Suara merdeka (Muh Ma’rufin Sudibyo-24)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !