Hari AIDS Sedunia, 1 Desember menjadi momentum penting untuk merenungkan persoalan yang punya dampak luar biasa bagi masa depan bangsa, dan kita seolah-olah melupakannya. Banyaknya persoalan yang dihadapi negeri ini, aneka kegaduhan di kalangan elite kekuasaan, sepertinya menutupi sebuah ancaman besar. Kasus Human Immuno Deficiency Virus (HIV/) Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), mencapai angka luar biasa. Tahun 2011, Indonesia meningkat tercepat di ASEAN, dan korban virus mematikan ini sebagian besar adalah remaja, generasi emas kita.
Tidak boleh menunda-nunda, segeralah mengambil langkah nyata untuk menyelamatkan masa depan bangsa ini. Data Kementerian Kesehatan 2011, sekitar 26.400 pengidap AIDS, dan 66.600 pengidap HIV positif, lebih dari 70 persen adalah generasi muda usia produktif 20-39 tahun. Proporsi tertinggi usia 20-29 tahun (47,2 persen), 30-39 (31,3 persen) dan 40-49 (9,5 persen). Cara penularannya melalui heteroseksual (53,1 persen), jarum suntik (37,9 persen), dan hubungan sejenis (3,0 persen), perinatal (2,6 persen), dan transfusi darah (0,2 persen).
Ibarat gunung es, yang muncul ke permukaan ini hanya sekitar 20 persen dari fakta sesungguhnya. Penularan virus HIV/AIDS menyebar cepat di kalangan remaja akibat perilaku seks bebas (30 persen) dan jarum suntik narkoba (50 persen). Kelompok ini sangat rentan, mengingat remaja secara kejiwaan berada pada fase ketidakstabilan emosional, agresivitas tinggi, dan sering mengambil tindakan cepat tanpa pertimbangan matang. Acap kali saat tertekan berat, mereka sulit mengambil langkah bijaksana akibat keterbatasan dan kelemahan prinsip hidup.
Dalam beberapa tahun terakhir, pergaulan bebas di kalangan remaja membuat kita miris. Alasan mereka sangat simpel, misalnya bosan dalam keseharian, ingin mencoba hal-hal baru, kurang kasih sayang, melampiaskan kekesalan, dihasut teman, bahkan sebagian mengikuti ”aliran” sebagai tanda pergaulan modern. Ke depan, kelompok remaja merupakan elemen penting dalam penanggulangan HIV/AIDS, salah satu upaya melindungi mereka dengan kampanye secara intens dan persuasif akan bahaya-bahaya pergaulan bebas, hubungan bebas, dan narkoba.
Upaya ini sangat penting jika menyimak fakta hanya 11,4 persen remaja usia 15-24 tahun memahami mengenai apa dan mengapa HIV/AIDS. Pengetahuan mereka tentang seks juga sangat minim dan berpotensi keliru, karena didapat bukan dari ahlinya, melainkan dari teman (65 persen), film porno (35 persen), lingkungan sekolah (19 persen), dan dari orang tua hanya 5 persen. Persentase ini menggambarkan minimnya peran orang tua sebagai guru utama, sosok kunci terbentuknya pribadi dan karakter anak-anak pada masa-masa keemasan pertumbuhannya.
Kita ingatkan kembali pentingnya pendidikan agama, nilai-nilai budaya dan moralitas, serta menjaga anak-anak di tengah lingkungan teman sebayanya. Pendidikan seks secara bijak dan komprehensif menjadi salah satu kata kunci untuk menekan kasus HIV/AIDS di kalangan remaja. Kita tegaskan, orang tua adalah guru pertama dan utama. Keluarga dan guru menjadi teladan bagi mereka. Kesadaran bahwa remaja merupakan pemegang kendali kebijakan di masa depan harus mendorong ikhtiar penyelamatan: jangan sampai mereka hancur oleh HIV/AIDS.
Sumber : Suaramerdeka.com
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !