Ilmu
merupakan pijakan dalam beramal, sebagai landasan berbuat dan
mengarahkan perbuatan ke arah kebaikan. Dengan ilmu kita mengetahui
segalanya. Seorang bijak pernah berkata, "Ilmu tanpa amal; cacat. Dan,
amal tanpa ilmu; buta." Maaf kalau perkataan orang bijak ini salah
redaksi. Atau, ada istilah bangsa Arab yang tak pernah luput dari
ingatan kita, "Al-'ilmu bilaa 'amalin, kasy-syajari bilaa tsamar".
Terjemahan bahasa Indonesianya lebih kurang seperti ini: "Ilmu yang
tidak diamalkan bagai pohon tak berbuah. Hati-hati, ini bukan hadits,
melainkan pepatah alias 'ibarah. Makanya, jika berdakwah, pakailah dalil
sesuai sumbernya. Jangan pepatah dianggap hadits.
Singkatnya,
ilmu harus aplikatif. Pengetahuan yang kita peroleh harus aplikatif.
Benar ya, ilmu itu harus aplikatif. Ilmu harus amaliah. Sebaliknya,
beribu-ribu amal yang kita lakukan tidak akan berbuah apa-apa melainkan
kelelahan. Apa maksudnya? 'Amal yang dalam bahasa Indonesia berarti
perbuatan, tidak hanya mengerahkan segenap jiwa raga dan otot, namun
akal pun berperan.
Andaikata kita shalat fardlu tanpa wudlu, ya mungkin karena tidak tahu ilmunya, lantas kita shalat ber-rakaat-rakat hingga badan pegal-pegal. Apakah akan berbuah pahala? Tentunya tidak. Manusia pembelajar selalu melakukan segala pekerjaannya didasarkan pada ilmu yang ia peroleh. Amal merupakan konsekuensi dari ilmu. Untuk itu, setiap ilmu harus aplikatif, dan setiap amal harus ilmiah. Ilmu harus profesional, dan profesionalisme harus ilmiah!
Sufyan Ats-Tsauri berkata : "Ilmu itu dipelajari agar dengannya seseorang bisa bertakwa kepada Allah" (Al-Hilyah : 6/362).
Maka
tujuan dari mempelajari ilmu adalah untuk beramal dengannya dan
bersungguh-sunggguh dalam menerapkannya. Dan ini terdapat pada
orang-orang yang berakal, yang dikehendaki Allah Ta'ala bagi mereka
kebaikan hidup di dunia dan akhirat.
Imam Tirmidzi meriwayatkan dari Abi Barzah Al Aslami, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallamKedua
kaki seorang hamba tidak akan bergeser pada hari kiamat sampai ia
ditanya tentang umurnya dalam hal apa ia habiskan, tentang ilmunya dalam
hal apa ia kerjakan dengannya, tentang hartanya dari mana ia peroleh
dan dalam hal apa ia belanjakan, dan tentang tubuhnya dalam hal apa ia
gunakan". Dalam riwayat Thabrani dan Al-Bazzar dengan lafadz : "... dan tentang ilmunya apa yang diamalkannya dari ilmu tersebut". bersabda : "
Abu Darda radhiyallohu anhu
berkata : "Engkau tidak akan menjadi alim sampai engkau berilmu, dan
engkau dengan ilmu tadi tidak akan menjadi alim sampai engkau
mengamalkannya".
Abu Darda radhiyallohu anhu
juga berkata : "Sesungguhnya hal pertama yang akan ditanyakan Robbku di
hari kiamat yang paling aku takuti adalah tatkala Dia berkata : ‘Engkau
telah berilmu, maka apa yang telah kamu amalkan dari ilmumu itu?".
Abu Hurairoh radhiyallohu anhu berkata : "Perumpamaan ilmu yang tidak diamalkan bagaikan harta simpanan yang tidak dinfakkan di jalan Alloh Ta'ala".
Az-Zuhri
berkata : "Orang-orang tidak akan menerima ucapan seorang alim yang
tidak beramal, dan tidak pula orang beramal yang tidak berilmu".
Abu
Qilabah berkata : "Jika Alloh menjadikanmu berilmu maka jadikanlah ilmu
itu sebagai ibadah kepada Alloh, dan janganlah kamu hanya berorientasi
untuk menyampaikannya kepada orang lain (tanpa mengamalkannya)".
Abdullah bin Al Mu'taz berkata : "Ilmu seorang munafiq pada lidahnya, sedang ilmu seorang mukmin pada amalannya".
Amal
adalah pendorong untuk tetap menjaga dan memperkokoh ilmu dalam
sanubari para penuntut ilmu, dan ketiadaan amal merupakan pendorong
hilangnya ilmu dan mewariskan kelupaan. Asy Sya'bi berkata : "Kami
dahulu meminta bantuan dalam mencari hadits dengan berpuasa, dan kami
dahulu meminta bantuan untuk menghapal hadits dengan mengamalkannya".
As
Sulamiy berkata : "Telah memberi kabar kepada kami dari orang-orang
yang mengajari Al-Qur'an kepada kami, bahwa mereka (para shahabat Nabi)
dahulu belajar Al-Qur'an dari Nabi shollallohu alaihi wa sallam
dimana mereka apabila mempelajari sepuluh ayat mereka tidak akan
beranjak ke ayat berikutnya sampai mereka mengamalkan kandungannya".
Sesungguhnya
orang yang bodoh kelak di hari kiamat akan ditanya kenapa ia tidak
belajar (mencari ilmu), sedangkan orang yang berilmu akan ditanya apa
yang telah diamalkan dengan ilmunya. Jika ia meninggalkan amal, maka
ilmunya akan berbalik menjadi hujjah bagi dirinya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : "Pada
hari kiamat nanti, seseorang akan digiring kemudian dilemparkan ke
dalam api neraka sampai isi perutnya terburai keluar. Kemudian penghuni
neraka bertanya kepadanya : ‘Bukankah kamu dahulu menyerukan kebajikan
dan melarang kemungkaran?' Ia menjawab : ‘Saya dahulu menganjurkan
kebaikan tapi saya sendiri tidak melakukannya, dan saya melarang
kemungkaran tapi saya sendiri mengerjakannya'."(HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda : "Perumpamaan
seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia dan melupakan
dirinya, seperti lilin yang menerangi manusia tetapi membakar dirinya
sendiri". (HR. Thabrani).
Yahya
bin Muadz Ar Razi berkata : "Orang miskin pada hari kiamat adalah orang
yang ilmunya berbalik menjadi hujjah baginya, ucapannya berbalik
menjadi musuhnya, dan pemahamannya yang mematahkan udzurnya".
Ibnul
Jauzi berkata : "Orang yang benar-benar sangat patut dikasihani adalah
orang yang menyia-nyiakan umurnya dalam suatu ilmu yang tidak ia
amalkan, sehingga ia kehilangan kesenangan dunia dan kebaikan akhirat,
kemudian dia ketika hari kiamat dalam datang dalam keadaan bangkrut
dengan kuatnya hujjah atas dirinya". (Shoidul Khatir hal. 144).
Diarsipkan di bawah: Fatwa2 Ulama!, Manhaj!, Salaf! | Ditandai: abdullah bin al mu'taz, abi barzah al aslami, abu darda, abu hurairah, abu qilabah, al-hilyah, amal, as sulamiy, az-zuhri, hr. bukhari muslim, hr. thabrani, ibnul jauzi, ilmu, ilmu menuntut amal, imam tirmidzi, shoidul khatir, sufyan ats-Tsauri, yahya bin muadz ar razi
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !