Terdapat suatu kaedah penting yang harus
diperhatikan yaitu segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah dan suci.
Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu itu najis maka dia harus mendatangkan
dalil. Namun, apabila dia tidak mampu mendatangkan dalil atau mendatangkan
dalil namun kurang tepat, maka wajib bagi kita berpegang dengan hukum asal
yaitu segala sesuatu itu pada asalnya suci. Menyatakan sesuatu itu najis
berarti menjadi beban taklif, sehingga hal ini membutuhkan butuh
dalil.
Macam-Macam Najis
1 -
Kencing dan kotoran (tinja) manusia
Mengenai najisnya kotoran manusia ditunjukkan dalam
hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلَيْهِ الأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ
“Jika salah seorang di antara kalian
menginjak kotoran (al adza) dengan alas kakinya, maka tanahlah yang nanti akan
menyucikannya.”
Al adza (kotoran) adalah segala sesuatu yang
mengganggu yaitu benda najis, kotoran, batu, duri, dsb. Yang dimaksud al
adza dalam hadits ini adalah benda najis, termasuk pula kotoran
manusia. Selain dalil di atas terdapat juga beberapa dalil tentang
perintah untuk istinja’ yang menunjukkan najisnya kotoran manusia.
Sedangkan najisnya kencing manusia dapat dilihat
pada hadits Anas,
أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِى
الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- « دَعُوهُ وَلاَ تُزْرِمُوهُ ». قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ
مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ.
“(Suatu saat) seorang Arab Badui kencing di
masjid. Lalu sebagian orang (yakni sahabat) berdiri. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan
(kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram
kencing tersebut.”
Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan,
“Kotoran dan kencing manusia sudah tidak samar lagi mengenai kenajisannya,
lebih-lebih lagi pada orang yang sering menelaah berbagai dalil syari’ah.”
2 -
Madzi dan Wadi
Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing
pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya
dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.
Sedangkan madzi adalah cairan
berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika
membayangkan jima' (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima'. Madzi
tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika
muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.
Hukum madzi adalah najis sebagaimana terdapat
perintah untuk membersihkan kemaluan ketika madzi tersebut keluar. Dari ‘Ali
bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,
كُنْتُ
رَجُلاً مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِى أَنْ أَسْأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- لِمَكَانِ ابْنَتِهِ
فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ « يَغْسِلُ ذَكَرَهُ
وَيَتَوَضَّأُ ».
“Aku
termasuk orang yang sering keluar madzi. Namun aku malu menanyakan hal ini
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan
anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al
Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk
mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.”
Hukum
wadi juga najis. Ibnu 'Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,
الْمَنِىُّ وَالْمَذْىُ
وَالْوَدْىُ ، أَمَّا الْمَنِىُّ فَهُوَ الَّذِى مِنْهُ الْغُسْلُ ، وَأَمَّا
الْوَدْىُ وَالْمَذْىُ فَقَالَ : اغْسِلْ ذَكَرَكَ أَوْ مَذَاكِيرَكَ وَتَوَضَّأْ
وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ.
“Mengenai
mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi
dan madzi, Ibnu 'Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah
sebagaimana wudhumu untuk shalat.”
3 -
Kotoran hewan yang dagingnya tidak halal dimakan
Contohnya
adalah kotoran keledai jinak, kotoran anjing dan kotoran babi. Abdullah
bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
أَرَادَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ أَنْ يَتَبَرَّزَ فَقَالَ : إِئْتِنِي بِثَلاَثَةِ
أَحْجَارٍ فَوَجَدْتُ لَهُ حَجْرَيْنِ وَرَوْثَةِ حِمَارٍ فَأمْسَكَ الحَجْرَيْنَ
وَطَرَحَ الرَّوْثَةَ وَقَالَ : هِيَ رِجْسٌ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bermaksud bersuci setelah buang hajat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
lantas bersabda, “Carikanlah tiga buah batu untukku.” Kemudian aku
mendapatkan dua batu dan kotoran keledai. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengambil dua batu dan membuang kotoran tadi. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kotoran ini termasuk najis”.”
Hal ini menunjukkan bahwa kotoran hewan yang tidak
dimakan dagingnya semacam kotoran keledai jinak adalah najis.
4 - Darah haidh
Dalil yang menunjukkan hal ini, dari Asma’ binti
Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam kemudian berkata,
إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا
مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ
“Di antara kami ada yang bajunya terkena
darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ
بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ
“Gosok dan keriklah pakaian tersebut
dengan air, lalu percikilah. Kemudian shalatlah dengannya.”
Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan,
“Perintah untuk menggosok dan mengerik darah haidh tersebut menunjukkan akan
kenajisannya.”
5 -
Jilatan anjing (Najis Mughaladhah) najis berat
Dari Abu
Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ
إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ
بِالتُّرَابِ
“Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat
anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.”
Yang
dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bagian anjing yang termasuk najis
adalah jilatannya saja. Sedangkan bulu dan anggota tubuh lainnya tetap dianggap
suci sebagaimana hukum asalnya.
6 -
Bangkai
Bangkai
adalah hewan yang mati begitu saja tanpa melalui penyembelihan yang syar’i.
Najisnya bangkai adalah berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dari Abdullah bin ‘Abbas,
إِذَا دُبِغَ الإِهَابُ فَقَدْ
طَهُرَ
“Apabila
kulit bangkai tersebut disamak, maka dia telah suci.”
Bangkai
yang dikecualikan adalah :
a -
Bangkai ikan dan belalang
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ
وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ
فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah.
Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah
tersebut adalah hati dan limpa.”
b -
Bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir
Contohnya adalah bangkai lalat, semut, lebah, dan
kutu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا وَقَعَ الذُّبَابُ فِى
إِنَاءِ أَحَدِكُمْ ، فَلْيَغْمِسْهُ كُلَّهُ ، ثُمَّ لْيَطْرَحْهُ ، فَإِنَّ فِى
أَحَدِ جَنَاحَيْهِ شِفَاءً وَفِى الآخَرِ دَاءً
“Apabila seekor lalat jatuh di salah
satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah lalat tersebut seluruhnya,
kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat ini terdapat racun
(penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.”
c -
Tulang, tanduk, kuku, rambut dan bulu dari bangkai
Semua ini termasuk bagian dari bangkai yang suci
karena kita kembalikan kepada hukum asal segala sesuatu adalah suci. Mengenai
hal ini telah diriwayatkan oleh Bukhari secara mu’allaq (tanpa
sanad), beliau rahimahullah berkata,
وَقَالَ حَمَّادٌ لاَ بَأْسَ
بِرِيشِ الْمَيْتَةِ . وَقَالَ الزُّهْرِىُّ فِى عِظَامِ الْمَوْتَى نَحْوَ
الْفِيلِ وَغَيْرِهِ أَدْرَكْتُ نَاسًا مِنْ سَلَفِ الْعُلَمَاءِ يَمْتَشِطُونَ
بِهَا ، وَيَدَّهِنُونَ فِيهَا ، لاَ يَرَوْنَ بِهِ بَأْسًا
“Hammad mengatakan bahwa bulu bangkai
tidaklah mengapa (yaitu tidak najis). Az Zuhri mengatakan tentang tulang
bangkai dari gajah dan semacamnya, ‘Aku menemukan beberapa ulama salaf menyisir
rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang tersebut. Mereka tidaklah
menganggapnya najis hal ini’.”
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !